Senin, 06 Maret 2017
Saat Kehilangan Papa
Kamis, 25 November 2010, pagi itu aku sedang kuliah
tiba-tiba, kakak menelpon dari di
kampung mengabarkan bahwa papa masuk rumah sakit. Saat mendengar kabar tersebut
air mataku tak tertahan lagi. Aku langsung
meminta izin untuk pulang, pulang ke rumah kakakku dimana aku tinggal
disana sejak kuliah di Pekanbaru. Baru sampai di rumah, kakakku yang pertama
yang tinggal di Jakarta mengabari bahwa papa sudah tidak ada lagi. Papa
menghembuskan nafas terakhir di RSUD Pariaman sekitar jam 12 siang. Aku tidak bisa menahan tangis lagi hati terasa
begiru hancur kehilangan orang yang sangat di hormat, orangyang sangat
menyayangiku yang rela melakuan apa saja demi kebahagiaanku. Dimana saat aku
sekolah dulu beliau selalu mengantar dan menjemputku sekolah meskipun hari
hujan. Jika waktunya sudah pulang sekolah dan aku belum juga pulang beliar
sangat mencemaskanku.
Siang itu sekitar jam 2 siang aku dan kakak beserta
keponakanku berangkat ke kampung. Saat di atas mobil aku terus menagis, perut
tidak terasa lapar walaupun paginya memakan semangkok mie instan. Sekitar jam 8
malam kami sampai di kampung, kami di sambut dengat hati yang begitu
menyedihkan. Aku memeluk ibu dan menangis di pelukan ibu, Lalu aku mendekati
papa yang terbaring di tengah rumah dan membacakan yasin untuk papa. Sejam
kemudian kakak-kakakku dari Jakarta sampai dirumah juga seperti aku yang hanya
bisa menangis melihat jasad papa yang
terbaring di tengah ruangan rumah.
Besoknya Jumat, 26
November 2010, orang pada datang untuk melayat. Sekitar jam 9 pagi papa di mandikan dan saat itu
kakak juga saya yang dari jakarta. Karna
malamnya tidak dapat tiket pesawat terpaksa dia pulang paginya. Dia langsung menuju tempat dimana
papa di mandikan dak tidak bisa menahan air mata lagi. Setelah selesai
dimandikan lalu papa di kafankan. Setelah dikafankan saya dan keluarga, beserta
beberapa ustad dan tetangga ikut menyalatkan.
Saya dan keluarga pergi mengantar tempat peristirahatan papa
terakhir yaitu ke kuburan yang tidak jauh dari rumah. Saya mencoba tabah
menerima kenyataan bahwa papa telah di panggil oleh yang maha kuasa. Tepat jam 12 siang papa selesai dikuburkan, kami
sekeluarga menaburkan bunga ke kuburan papa. Lalu ustad membacakan doa dan saya
ikut juga membacakan doa beserta keluarga. Setelah itu kami meninggalkan tempat
peristirahatan papa terakhir dan menuju ke rumah.
Semua keyataan itu masih terasa mimpi, dimana kehilangan
sosok yang sangat di hormati dan disayangi. Semua itu harus diterima dengan
ikhlas bahwa makhluk di dunia tidak ada yang abadi, semua milik allah akan
kembali kepada-Nya. Saya harus merelakan kepergian papa untuk selamanya padahal
saya belum sempat membagiakan papa, munkin yang dapat saya lakukan saat ini adalah mendoakan papa
supaya tenang di alam sana dan membuat papa bangga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar