Lusi Puspita Sari

Pages

  • Beranda

Total Tayangan Halaman

About Me

Foto Saya
Lusi Puspita Sari
Aku adalah aku
Lihat profil lengkapku

Followers

Blog Archive

  • ▼  2017 (3)
    • ▼  Maret (3)
      • ALIH KODE DAN CAMPUR KODE
      • Gejala Dan Problematika Dalam Penyusunan Kalimat
      • Saat Kehilangan Papa
  • ►  2013 (4)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Maret (3)
  • ►  2011 (3)
    • ►  Desember (3)
Senin, 06 Maret 2017

Gejala Dan Problematika Dalam Penyusunan Kalimat



1.1              Problematika Penyusunan Kalimat
Berdasarkan dari latarbelakang, ada beberapa hal yang menyebabkan problematika penyusunan kalimat. Hal tersebut adalah sebagai berikut :
1.        Interferensi Intrabahasa
Dalam kamus Linguitik, Kridalaksana mencatat bahwa inteferensi ialah penggunaan unsur bahasa lain seorang multibahasawan secara individual. Interferensi bisa juga berupa penggunaan unsure bahasa sendiri terhadap bahasa atau dialek lain yang sedang dipelajari. Dengan begitu, interferensi itu terjadi antara dua bahasa atau antara bahasa dengan dialeknya. Inteferensi intrabahasa adalah penggunaan unsur atau sisitem lain terhadap unsure atau sistem yang lain dalam satu bahasa.
Inetrferensi intrabahasa atau kontaminasi bentukan kata, bentukan frasa dan bentukan kalimat dapat digambarkan atau diskematkan seperti dibawah ini.
1.   ( 1a ) berubah                                                       

                                                                   ( 1c )merubah 
               ( 1b ) mengubah

                

2.        Gejala Pengaruh Kalimat Transitif
Secara umum kalimat transitif bisa diubah menjadi kalimat pasif, seperti contoh berikut :
(1a)  Kemarin Anda mengemukakan hal itu.
(1b) Kemarin hal itu Anda kemukakan.
(2a) Matahari menyinari bumi terus-menerus.
(2b) Bumi disinari matahari terus-menerus.

Proses alih bentuk kalimat transitif menjadi kalimat pasif seperti contoh di atas sangat berpengaruh terhadap kalimat intrasitif yang berpelengkap kata kerja transitif untuk dialih bentuk menjadi “kalimat pasif”. Akibatnya kalimat pasif yang dihasilkan berbeda sekali isinya dengan kalimat asal, bahkan ada yang bernalar salah.
3.        Gejala Penyederhanaan ( simplikasi )
a.       Penyederhanaan bentuk kata
Cukup lazim terjadinya penyederhanaan bentukan kata, sebagai contoh :
-          Sudah adaptasi
-          Harus tetap semangat
-          Tidak fokus

Bentuk adaptasi, semangat, fokus seperti yang tertera dalam KBBI, bukan kata kerja dan bukan kata keadaan, melainkan kata benda. Karena itu pasangan frasa antara unsur atribut dan unsur intinya tidak koheren alias tidak terpadu. Pasangan frasa akan terpadu jika kata-kata benda yang dijadikan unsur inti frasa diubah menjadi kata kerja atau kata keadaan, seperti :
-           Sudah beradaptasi
-          Harus tetap bersemangat
-          Tidak terfokus

Sebalinya leksem-leksem tersebut bisa juga digunakan tanpa berimbuhan. Artinya leksem-leksem itu digunakan sebagai kata benda. Bentukan frasa atau klausa di antaranya adalah sebagai berikut :
-          Belum terjadi adaptasi di tempat ini.
-          Tanpa semangat melakukan apa pun tidak akan beres.
-          Tanpa fokus pembicaraan.

b.                  Penyederhanaan Preposisi
Problematika penyederhanaan preposisi terjadi pada penggunaan preposisi yang idiomatik, yakni preposisi berikut
(1)               Terdiri dari atau terdiri atas
Dalam penggunaannya kadang-kadang preposisi dari dan atas itu dibuang. Seperti contoh berikut:
(1a) Perguruan tinggi itu terdiri enam fakultas.
(1b) Negeri ini terdiri tiga puluh tiga provinsi.

(2)               Sesuai dengan
Dalam penggunaannya, preposisi dengan seringkali dihilangkan, seperti contoh berikut.
(2a) Tindakan itu sudah sesuai ketentuan yang berlaku.
(2b) Sesuai peraturan pemerintah, THR itu sama besar dengan gaji perbula

(3)               Sehubungan dengan
Dalam penggunaannya, preposisi dengan sering dihilangkan, seperti kalimat berikut:
(3a) Sehubungan akan dilangsungkannya upacara tersebut maka dengan ini kami umumkan hal-hal sebagai berikut.

c.         Pelesapan Kongjungsi
Dalam surat-surat dinas atau surat pengumuman, ada kecendrungan kongjungsi yang menandai makna hubungan tertentu. Misalnya
(1)   Merujuk ketentuan pedoman akademik kita, nilai 3,51 itu tergolong yudisium cum laude.
(1a) Dengan Merujuk ketentuan pedoman akademik kita, nilai 3,51 itu tergolong yudisium cum laude.

4.        Predikat Bentuk Pasif Persona
Problematika ini terjadi dalam frasa susunan kata bagian predikat pasif, seperti contoh berikut :
(1a) Ihwal rendahnya uang kuliah kita harus bicarakan dalam rapat lengkap.
(2a) Rencana berapa besarnya uang kuliah tahun depan, kami belum sempat ajukan.

Bagian predikat kalimat pasif di atas ingkar dari ketentuan bahwa antara kata ganti diri dengan pokok kata di bagian predikat tidak bisa disisipkan jenis kata apa pun. Bentuk pasif di atas ada penyisipan kata-kata keterangan : sudah, akan, belum, sempat. Karena itu bagian predikat kalimat-kalimat di atas terasa janggal waktu kita ucapkan. Sebaliknya susunan frasa tersebut adalah sebagai berikut :
(1b) ….. harus kita bicarakan dalam rapat lengkap
(2b) …… belum sempat kami ajukan.

5.        Gejala Subjek Preposisional
Perhatikan contoh berikut :
(1)    Tentang akan dibukanya program baru / belum dibicarakan ( S+P)
(2)    Mengenai hal itu / belum kami ketahui ( S+P)

Ada kalimat yang lazim di ucapkan baik dalam situasi formal yang subjeknya berpreposisi tentang atau menegnai. Struktur subjek yang berupa frasa preposisional ini tidak bisa di anggap salah begitu saja. Banyak yang beranggap dengan membuang preposisinya maka selesailah masalahnya. Namun menurut rasa bahasa berpreposisi mengenai dan tentang memiliki perbedaan makna antara subjek yang berpreposisi dengan yang tidak berpreposisi.

6.        Frasa “saling pengertiang” dan “saling ketergantungan”
Frasa yang penggunaannya sudah sangat akrab dengan para pengguna bahasa ini merupakan konstruksi yang aneh atau sangat tidak lazim. Karena itu, pada saat kita mengucapkan terasa ada kejanggalan tertentu. Kejanggalan tersebut wajar terjadi karena pemaksaan perilaku bahasa yang tidak lazim dan tidak gramatikal. Peilaku kata keterangan saling tidak lazim diiukuti kata benda. Lazimnya ia diikuti kata kerja seperti frasa saling mengerti, saling menolong, dll. Perhatikan contoh !
(1a) Karena adanya saling pengertian di kedua pihak, sangketa perbatasan ini dapat diselesaikan dengan baik.

Frasa di atas tampaknya terjemahan dari kata-kata bahasa Inggris mutual understanding dan interdependence yang dibantu dengan rasa penerjemahan pertama sebelum berkembang di masyarakat. Ada baiknya susunan nya seperti berikut:
(1b) Karena adanya pengertian yang baik di kedua pihak, sangketa perbatasan itu dapat diselesaikan dengan baik.



7.        Subjek Elipsis
Subjek ellipsis atau sebjek yang dilesapkan merupakan gejala yang lazim dalam penggunaan bahasa. Dalam struktur kalimat majemuk dan kalimat kompleks, gejala subjek ellipsis, ini merupakan salah satu indikasi kalimat efektif. Sebaliknya, jika pelesapan subjek itu tidak betul, malahan terejadi ketidakberesan kalimat. Perhatikan contoh.
(1)          Karena pembibitan tanaman ini memerlukan air yang banyak dilakukan pada musim penghujan.

Kalimat di atas merupakan kalimat kompleks, yang berkonstruksi K+P+K. Jadi, kalimat kompleks tersebut tidak mengandung subjek yang eksplisit. Kelemahan semacam inilah yang sering terjadi dalam penggunaan kalimat kompleks bahasa Indonesia. Persisinya, subjek kalimat diposisikan di dalam klausa bawahan (anak kalimat) bukan di klausa inti ( induk kalimat). 
(1a)  Karena memerlukan air yang banyak, pembibitan tanaman ini dilakukan pada musim penghujan.

Pada contoh (1a) terdapat proses ellipsis terhadap unsure subjek kalimat dengan teratur. Sehingga konstruksi kalimat menjadi betul, dan malahan berkesan efektif. Kalimat (1a) berkonstruksi S+P+K

8.        Penggunaan Predikat yakni dan yaitu
Perhatikan contoh berikut !
(1)   Yang akan bertindak sebagai penceramah dalam kesempatan ini yaitu Bapak Prayoga.
(2)    Tamu rombongan yang baru datang itu yakni tamu kita.

kata yakni dan yaitu dijadikan predikat dalam kalimat di atas. Ada juga beranggapan kedua kata tersebut sama dengan ialah dan adalah yang merupakan kopula atau kata kerja gabung. Leksem yaitu dan yakni bukan kopula. Jadi kedua-duanya tidak bisa difungsikan sebagai predikat kalimat. Berdasarkan KBBI yakni dan yaitu tergolong partikel penghubung yang digunakan untuk merinci keterangan kalimat seperti dalam kalimat berikut.
(1a) Yang tidak datang, yakni Turi dan Tuin, tidak mengirimkan berita.

9.        Pengunaan Bentukan Kata Kerja me-i dan me-kan
Setiap pengguna bahasa Indonesia yang tertib akan merasa geregetan,  mengapa sulit sekali membedakan me-i dan me-kan seperti bentukan kata mengajari-mengajarkan, mempercayai-mempercayakan dll. Contoh penggunaan yang tidak tertib dalam bentuk aktif dan bentuk pasif.
(1)     Guru-guru tidak mengajarkan anak-anak kami budi pekerti secara khusus (aktif)
(2)     Anak-anak kami tidak diajarkan budi pekerti secara khusus oleh guru-guru (pasif)

Salah satu prinsip penggunaan dua bentukan yang secara maknawiah itu bertentangan adalah bahwa predikat bentukan me-i menghasilkan subjek kalimat itu”bergerak” (subjek bergerak), dan objek “diam”, sedangkan bentukan me-kan menghasilkan subjek kalimat itu “diam” (subjek diam) dan objek “bergerak”.
(1a) Kita harus menjauhi perselisihan dengan siapapun.
(2a) penduduk menyeberangi sungai yang lebarnya puluhan meter itu.

10. Penggunaan Bentukan mewarisi dan mewariskan
Apakah mewarisi dan mewariskan sama dengan mewariskan?  Dalam KBBI tahub 2000, bentukan pewaris bermakna ‘ yang memberikan warisan’, warisan bermakna  “sesuatu yang diwariskan”, mewariskan bermakna ‘memberikan warisan kepada”, mewarisi bermakna “memperoleh atau menerima warisan dari”. Dan diwarisi bermakna ‘dijadikan warisan” . perhatikan contoh.
1.      Generasi Angkatan 45, mewariskan semangat perjuangan bangsa kepada generasi berikutnya. (‘memberikan warisan’)
2.      Generasi muda sekarang mewarisi semangat perjuangan bangsa tersebut (‘menjadikan atau memperoleh warisan’)

11. Preposisi di, pada, dalam dan ke-
Ada kecendrungan penggunaan preposisi di, pada, dan dalam dipertumpangtindikan atau seperti tanpa pegangan. Karena itu lahirlah kalimat-kalimat berikut:
(1)   Di saat yang sama, kami mendengar dentuman itu.
(2)   Pada kursi yang lain duduk seorang perempuan tua yang sudah berubah.
(3)   Kita akan berangkat pada pukul delepan pagi dan tiba ke Bali besok pada pukul empat sore.
Secara intuisi bahasa dapat kita rasakan bahwa penggunaan preposisi bagian kalimt yang dicetak tebal itu tersa ada kejanggalan . jika bagian tersebut dibenahi terjadilah kalimat-kalimat dibawah ini.
(1)   Pada saat yang sama, kami mendengar dentuman itu,
(2)   Di kursi yang lain duduk seorang perempuan tua yang sudah beruban.
(3)   Kita akan berangkat pada pukul delepan pagi dan tiba di Bali besok pada pukul empat sore.

12. Ketidaklogisan Isi Kalimat
Kadang terjadi ketidaklogisan isi kalimat yang tidak terkontrol oleh pengguna bahasa. Mungkin juga diucapkannya kalimat yang tidak logis itu sudah menjadi kebiasaan seseorang atau meniru ucapan orang lain dalam kegiatan yang sejenis. Misalnya:
(1)     Hadirin yang terhormat, dimohon yang memohon HP atau alat komunikasi lainnya dimatikan sementara.
(2)     Dalam kesempatan yang berbahagia ini, terlebih dahulu saya sampaikan penghargaan atas kehadiran Bapak-bapak beserta Ibu-ibu dengan tepat pada waktunya.
Secara logis (akal) kalimat-kalimat itu selayaknya berbunyi seperti berikut.
(1a) Hadirin yang terhormat, HP atau alat komunikasi lainnya dimohon untuk mematikan sementara
(2a) Dalam kesempatan yang membahagiakan ini, terlebih dahulu saya sampaikan penghargaan atas kehadiran Bapak-bapak beserta Ibu-ibu dengan tepat pada waktunya.


13. Objek Preposisi

Ada dua buah kata yang sering menganggu kehadiran objek, yakni kata tentang atau mengenai dan daripada. Contoh :
(1)   Seminar itu akan mengkaji tentang peranan positif para pedagang kaki lima.
(2)   Kami sedang membahas mengenai penyelenggaraannya.
Kalimat-kalimat di atas akan sepenuhnya terpadu (kohesif) jika kata-kata di depan objek, yakni daripada, tentang dan mengenai ditinggalkan.


14. Keparelelan atau Kesejajaran
Untuk melahirkan kalimat yang bagus, cermat, serasi dan bersentuhan dengan emosi penutur, pendengar dan pembaca kesejalanan struktur harus dijaga dan dikembangkan. Ada dua tipe keparelelan dalam kalimat yang harus diperhatikan, yakni keparelelan struktur kata dan keparelelan struktur kalimat. Perhatikan contoh ketidaksejalanan bentuk atau jenis kata.
(1)   Semakin dewasa setiap orang diharapkan semakin jujur, disiplin, mawas diri, dan tanggung jawab.
(2)   Kecuali kalau ada dusta di antara kita, ada kebohongan, tidak jujur, atau berkhianata, maka konflik yang lebih parah bisa terjadi.
Dalam kalimat (1) kata disiplin dan kata majemuk tanggung jawab tergolong kata benda. Karena kedua kata tersebut harus di ubah menjadi berdisiplin dan bertanggung jawab supaya sejalan dengan kata jujur dan mawas diri sebagai kaat sifat. Kalimat (2) slam bentuk yang selayaknya tersusun dalam bentuk yang sejalan seperti  (2a) berikut ini.
(2a) Kecuali kalau ada dusta di antara kita, ada berbohongan, ketidakjujuran atau khianat, maka konflik yang lebih parah bisa terjadi.
Perhatikan contok berikut ketidaksejalanan struktur kalimat :
(1)     Karena tidak bertemu dengan unsur pimpinan, hadiah itu dititipkan kepada salah seorang karyawan
Kalimat di atas yang tidak bertemu dengan unsure pimpinan itu adalah hadiah itu. Jadi ketidaksejalanan bentuk kalimat bisa menjadikan isi kalimat tidak sesuai dengan logika. Bila struktur kalimat itu disejalankan maka terjadilah kalimat kalimat berikut ini.
(1)   Karena tidak bertemu dengan unsure pimpinan maka petugas meitipkan hadiah itu kepaad salah seorang karyawan.

15. Kecermatan
Kadang-kadang kita menulis atau mengucapkan kalimat yang ditandai dengan adanya gejala ketidakcermatan. Contoh :
(1)   Pada kami ada uang dua puluh lima ribuan
(2)   Walaupun, mereka sudah berulang-ulang dipulangkan ke kampungnya masing-masing, tetapi mereka tidak merasa jera untuk kembali ke kota dan menjadi pengemis jalanan lagi.
Kalimat-kalimat di atas akan menunukkan adanya kecermatan berbahasa kalau bentuknya atau penulisannya diperbaiki menjadi seperti berikut :
(1a) Pada kami ada uang dua puluh-lima ribuan (20x5000)
(2b) Walaupun sudah berulang0ulang dipulangkan ke kampungnya masing-masing, mereka tidak merasa jera untuk kembali ke kota dan menjadi pengemis jalanan lagi.
(2c) Mereka sudah berulang-ulang dipulangkan ke kampungnya masing-masing, tetapi mereka tidak merasa jera untuk kembali ke kota dan menjadi pengemis jalanan lagi.

16. Konjungsi bahwa dan kalau
Dalam pengggunaan bahasa akhir-akhir ini, konjungsi bahwa cenderung diganti dengan kongjungsi kalau. Padahal makna kedua konjungsi tersebut berbeda sekali. Perhatikan contoh.
(1)     Apakah para wakil rakyat itu tidak tahu kalau di pedesaan masih banyak rakyat berada di bawah garis kemiskinan.
(2)     Sebenarnya Pak Menteri memahami kalau peraturan seperti itu sulit untuk dilaksankan.
Tentu saja para pemerhati penggunaan bahasa Indonesia geregetan mendengar atau membaca kalimat seperti itu. Apa sulitnya untuk menggunakan kongjungsi bahwa itu menyatakan hal yang sudah atau sedang terjadi yang factual. Kongjungsi kalau adalah kongjungsi yang menyatakan makna syarat, makna yang belum terjadi. Misalnya :
(1a) Saya akan datang kalau Anda ditempat itu.
Diposting oleh Lusi Puspita Sari di 05.54
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

1 komentar:

zulva mengatakan...

Assalamualaikum, artikel yang ditulis sudah bagus akan tetapi mungkin bisa ditambahkan daftar rujukan atau daftar pustakanya supaya teman yang membaca artikel ini bisa tau ambil dari mana pembahasan ini.terimakasih

17 Juni 2019 pukul 21.41

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Copyright © 2012 Lusi Puspita Sari |