Senin, 06 Maret 2017
Gejala Dan Problematika Dalam Penyusunan Kalimat
1.1
Problematika
Penyusunan Kalimat
Berdasarkan
dari latarbelakang, ada beberapa hal yang menyebabkan problematika penyusunan
kalimat. Hal tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Interferensi
Intrabahasa
Dalam
kamus Linguitik, Kridalaksana mencatat bahwa inteferensi ialah penggunaan unsur
bahasa lain seorang multibahasawan secara individual. Interferensi bisa juga
berupa penggunaan unsure bahasa sendiri terhadap bahasa atau dialek lain yang
sedang dipelajari. Dengan begitu, interferensi itu terjadi antara dua bahasa
atau antara bahasa dengan dialeknya. Inteferensi intrabahasa adalah penggunaan
unsur atau sisitem lain terhadap unsure atau sistem yang lain dalam satu
bahasa.
Inetrferensi
intrabahasa atau kontaminasi bentukan kata, bentukan frasa dan bentukan kalimat
dapat digambarkan atau diskematkan seperti dibawah ini.
1. ( 1a ) berubah
( 1c )merubah
( 1b ) mengubah
2.
Gejala
Pengaruh Kalimat Transitif
Secara umum kalimat
transitif bisa diubah menjadi kalimat pasif, seperti contoh berikut :
(1a) Kemarin Anda mengemukakan hal itu.
(1b) Kemarin hal itu
Anda kemukakan.
(2a) Matahari menyinari
bumi terus-menerus.
(2b) Bumi disinari
matahari terus-menerus.
Proses
alih bentuk kalimat transitif menjadi kalimat pasif seperti contoh di atas
sangat berpengaruh terhadap kalimat intrasitif yang berpelengkap kata kerja
transitif untuk dialih bentuk menjadi “kalimat pasif”. Akibatnya kalimat pasif
yang dihasilkan berbeda sekali isinya dengan kalimat asal, bahkan ada yang
bernalar salah.
3.
Gejala
Penyederhanaan ( simplikasi )
a. Penyederhanaan
bentuk kata
Cukup lazim terjadinya
penyederhanaan bentukan kata, sebagai contoh :
-
Sudah adaptasi
-
Harus tetap semangat
-
Tidak fokus
Bentuk
adaptasi, semangat, fokus seperti yang tertera dalam KBBI, bukan kata kerja dan
bukan kata keadaan, melainkan kata benda. Karena itu pasangan frasa antara
unsur atribut dan unsur intinya tidak koheren alias tidak terpadu. Pasangan
frasa akan terpadu jika kata-kata benda yang dijadikan unsur inti frasa diubah
menjadi kata kerja atau kata keadaan, seperti :
-
Sudah beradaptasi
-
Harus tetap bersemangat
-
Tidak terfokus
Sebalinya
leksem-leksem tersebut bisa juga digunakan tanpa berimbuhan. Artinya
leksem-leksem itu digunakan sebagai kata benda. Bentukan frasa atau klausa di
antaranya adalah sebagai berikut :
-
Belum terjadi adaptasi di tempat ini.
-
Tanpa semangat melakukan apa pun tidak
akan beres.
-
Tanpa fokus pembicaraan.
b.
Penyederhanaan Preposisi
Problematika
penyederhanaan preposisi terjadi pada penggunaan preposisi yang idiomatik,
yakni preposisi berikut
(1)
Terdiri
dari
atau terdiri atas
Dalam penggunaannya
kadang-kadang preposisi dari dan atas itu dibuang. Seperti contoh
berikut:
(1a) Perguruan tinggi itu terdiri enam fakultas.
(1b) Negeri ini terdiri tiga puluh tiga provinsi.
(2)
Sesuai
dengan
Dalam penggunaannya,
preposisi dengan seringkali dihilangkan, seperti contoh berikut.
(2a) Tindakan itu sudah sesuai ketentuan yang
berlaku.
(2b) Sesuai peraturan pemerintah, THR itu sama
besar dengan gaji perbula
(3)
Sehubungan
dengan
Dalam
penggunaannya, preposisi dengan sering dihilangkan, seperti kalimat berikut:
(3a)
Sehubungan akan dilangsungkannya upacara
tersebut maka dengan ini kami umumkan hal-hal sebagai berikut.
c.
Pelesapan Kongjungsi
Dalam surat-surat dinas
atau surat pengumuman, ada kecendrungan kongjungsi yang menandai makna hubungan
tertentu. Misalnya
(1)
Merujuk
ketentuan pedoman akademik kita, nilai 3,51 itu tergolong yudisium cum laude.
(1a) Dengan Merujuk ketentuan
pedoman akademik kita, nilai 3,51 itu tergolong yudisium cum laude.
4.
Predikat
Bentuk Pasif Persona
Problematika ini
terjadi dalam frasa susunan kata bagian predikat pasif, seperti contoh berikut
:
(1a) Ihwal rendahnya
uang kuliah kita harus bicarakan
dalam rapat lengkap.
(2a) Rencana berapa
besarnya uang kuliah tahun depan, kami
belum sempat ajukan.
Bagian
predikat kalimat pasif di atas ingkar dari ketentuan bahwa antara kata ganti
diri dengan pokok kata di bagian predikat tidak bisa disisipkan jenis kata apa
pun. Bentuk pasif di atas ada penyisipan kata-kata keterangan : sudah, akan,
belum, sempat. Karena itu bagian predikat kalimat-kalimat di atas terasa
janggal waktu kita ucapkan. Sebaliknya susunan frasa tersebut adalah sebagai
berikut :
(1b) ….. harus kita bicarakan dalam rapat lengkap
(2b) …… belum sempat kami ajukan.
5.
Gejala
Subjek Preposisional
Perhatikan contoh
berikut :
(1) Tentang
akan dibukanya program baru / belum dibicarakan ( S+P)
(2) Mengenai
hal itu / belum kami ketahui ( S+P)
Ada
kalimat yang lazim di ucapkan baik dalam situasi formal yang subjeknya
berpreposisi tentang atau menegnai. Struktur subjek yang berupa frasa
preposisional ini tidak bisa di anggap salah begitu saja. Banyak yang beranggap
dengan membuang preposisinya maka selesailah masalahnya. Namun menurut rasa
bahasa berpreposisi mengenai dan tentang memiliki perbedaan makna antara subjek
yang berpreposisi dengan yang tidak berpreposisi.
6.
Frasa
“saling pengertiang” dan “saling ketergantungan”
Frasa
yang penggunaannya sudah sangat akrab dengan para pengguna bahasa ini merupakan
konstruksi yang aneh atau sangat tidak lazim. Karena itu, pada saat kita
mengucapkan terasa ada kejanggalan tertentu. Kejanggalan tersebut wajar terjadi
karena pemaksaan perilaku bahasa yang tidak lazim dan tidak gramatikal. Peilaku
kata keterangan saling tidak lazim
diiukuti kata benda. Lazimnya ia diikuti kata kerja seperti frasa saling mengerti, saling menolong, dll. Perhatikan
contoh !
(1a) Karena adanya saling pengertian di kedua pihak,
sangketa perbatasan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Frasa di atas
tampaknya terjemahan dari kata-kata bahasa Inggris mutual understanding dan
interdependence yang dibantu dengan rasa penerjemahan pertama sebelum
berkembang di masyarakat. Ada baiknya susunan nya seperti berikut:
(1b) Karena adanya pengertian yang
baik di kedua pihak, sangketa perbatasan itu dapat diselesaikan dengan baik.
7.
Subjek
Elipsis
Subjek
ellipsis atau sebjek yang dilesapkan merupakan gejala yang lazim dalam
penggunaan bahasa. Dalam struktur kalimat majemuk dan kalimat kompleks, gejala
subjek ellipsis, ini merupakan salah satu indikasi kalimat efektif. Sebaliknya,
jika pelesapan subjek itu tidak betul, malahan terejadi ketidakberesan kalimat.
Perhatikan contoh.
(1)
Karena
pembibitan tanaman ini memerlukan air yang banyak dilakukan pada musim
penghujan.
Kalimat
di atas merupakan kalimat kompleks, yang berkonstruksi K+P+K. Jadi, kalimat
kompleks tersebut tidak mengandung subjek yang eksplisit. Kelemahan semacam
inilah yang sering terjadi dalam penggunaan kalimat kompleks bahasa Indonesia.
Persisinya, subjek kalimat diposisikan di dalam klausa bawahan (anak kalimat)
bukan di klausa inti ( induk kalimat).
(1a) Karena
memerlukan air yang banyak, pembibitan tanaman ini dilakukan pada musim
penghujan.
Pada contoh (1a)
terdapat proses ellipsis terhadap unsure subjek kalimat dengan teratur.
Sehingga konstruksi kalimat menjadi betul, dan malahan berkesan efektif.
Kalimat (1a) berkonstruksi S+P+K
8.
Penggunaan
Predikat yakni dan yaitu
Perhatikan contoh
berikut !
(1) Yang
akan bertindak sebagai penceramah dalam kesempatan ini yaitu Bapak Prayoga.
(2) Tamu rombongan yang baru datang itu yakni tamu kita.
kata
yakni dan yaitu dijadikan predikat dalam kalimat di atas. Ada juga beranggapan
kedua kata tersebut sama dengan ialah dan adalah yang merupakan kopula atau
kata kerja gabung. Leksem yaitu dan yakni bukan kopula. Jadi kedua-duanya tidak
bisa difungsikan sebagai predikat kalimat. Berdasarkan KBBI yakni dan yaitu
tergolong partikel penghubung yang digunakan untuk merinci keterangan kalimat
seperti dalam kalimat berikut.
(1a) Yang tidak datang, yakni Turi dan Tuin,
tidak mengirimkan berita.
9.
Pengunaan
Bentukan Kata Kerja me-i dan me-kan
Setiap pengguna
bahasa Indonesia yang tertib akan merasa geregetan, mengapa sulit sekali membedakan me-i dan
me-kan seperti bentukan kata mengajari-mengajarkan, mempercayai-mempercayakan
dll. Contoh penggunaan yang tidak tertib dalam bentuk aktif dan bentuk pasif.
(1) Guru-guru
tidak mengajarkan anak-anak kami budi pekerti secara khusus (aktif)
(2) Anak-anak
kami tidak diajarkan budi pekerti secara khusus oleh guru-guru (pasif)
Salah satu prinsip penggunaan dua
bentukan yang secara maknawiah itu bertentangan adalah bahwa predikat bentukan me-i menghasilkan subjek kalimat
itu”bergerak” (subjek bergerak), dan objek “diam”, sedangkan bentukan me-kan menghasilkan subjek kalimat itu
“diam” (subjek diam) dan objek “bergerak”.
(1a) Kita harus menjauhi
perselisihan dengan siapapun.
(2a) penduduk menyeberangi sungai
yang lebarnya puluhan meter itu.
10.
Penggunaan Bentukan mewarisi dan mewariskan
Apakah
mewarisi dan mewariskan sama dengan mewariskan?
Dalam KBBI tahub 2000, bentukan pewaris bermakna ‘ yang memberikan
warisan’, warisan bermakna “sesuatu yang
diwariskan”, mewariskan bermakna ‘memberikan warisan kepada”, mewarisi bermakna
“memperoleh atau menerima warisan dari”. Dan diwarisi bermakna ‘dijadikan
warisan” . perhatikan contoh.
1.
Generasi Angkatan 45, mewariskan
semangat perjuangan bangsa kepada generasi berikutnya. (‘memberikan warisan’)
2.
Generasi muda sekarang mewarisi semangat
perjuangan bangsa tersebut (‘menjadikan atau memperoleh warisan’)
11.
Preposisi di, pada, dalam dan ke-
Ada
kecendrungan penggunaan preposisi di, pada, dan dalam dipertumpangtindikan atau
seperti tanpa pegangan. Karena itu lahirlah kalimat-kalimat berikut:
(1)
Di saat yang sama, kami mendengar
dentuman itu.
(2)
Pada kursi yang lain duduk seorang
perempuan tua yang sudah berubah.
(3)
Kita akan berangkat pada pukul delepan
pagi dan tiba ke Bali besok pada pukul empat sore.
Secara
intuisi bahasa dapat kita rasakan bahwa penggunaan preposisi bagian kalimt yang
dicetak tebal itu tersa ada kejanggalan . jika bagian tersebut dibenahi
terjadilah kalimat-kalimat dibawah ini.
(1)
Pada saat yang sama, kami mendengar
dentuman itu,
(2)
Di kursi yang lain duduk seorang
perempuan tua yang sudah beruban.
(3)
Kita akan berangkat pada pukul delepan
pagi dan tiba di Bali besok pada pukul empat sore.
12.
Ketidaklogisan Isi Kalimat
Kadang
terjadi ketidaklogisan isi kalimat yang tidak terkontrol oleh pengguna bahasa.
Mungkin juga diucapkannya kalimat yang tidak logis itu sudah menjadi kebiasaan
seseorang atau meniru ucapan orang lain dalam kegiatan yang sejenis. Misalnya:
(1)
Hadirin yang terhormat, dimohon yang
memohon HP atau alat komunikasi lainnya dimatikan sementara.
(2)
Dalam kesempatan yang berbahagia ini,
terlebih dahulu saya sampaikan penghargaan atas kehadiran Bapak-bapak beserta
Ibu-ibu dengan tepat pada waktunya.
Secara logis (akal)
kalimat-kalimat itu selayaknya berbunyi seperti berikut.
(1a) Hadirin yang
terhormat, HP atau alat komunikasi lainnya dimohon untuk mematikan sementara
(2a) Dalam kesempatan
yang membahagiakan ini, terlebih dahulu saya sampaikan penghargaan atas
kehadiran Bapak-bapak beserta Ibu-ibu dengan tepat pada waktunya.
13.
Objek Preposisi
Ada dua buah kata yang
sering menganggu kehadiran objek, yakni kata tentang atau mengenai dan daripada.
Contoh :
(1) Seminar
itu akan mengkaji tentang peranan positif para pedagang kaki lima.
(2) Kami
sedang membahas mengenai penyelenggaraannya.
Kalimat-kalimat
di atas akan sepenuhnya terpadu (kohesif) jika kata-kata di depan objek, yakni
daripada, tentang dan mengenai ditinggalkan.
14.
Keparelelan atau Kesejajaran
Untuk
melahirkan kalimat yang bagus, cermat, serasi dan bersentuhan dengan emosi
penutur, pendengar dan pembaca kesejalanan struktur harus dijaga dan
dikembangkan. Ada dua tipe keparelelan dalam kalimat yang harus diperhatikan,
yakni keparelelan struktur kata dan keparelelan struktur kalimat. Perhatikan
contoh ketidaksejalanan bentuk atau jenis kata.
(1)
Semakin dewasa setiap orang diharapkan
semakin jujur, disiplin, mawas diri, dan tanggung jawab.
(2)
Kecuali kalau ada dusta di antara kita,
ada kebohongan, tidak jujur, atau berkhianata, maka konflik yang lebih parah
bisa terjadi.
Dalam
kalimat (1) kata disiplin dan kata majemuk tanggung jawab tergolong kata benda.
Karena kedua kata tersebut harus di ubah menjadi berdisiplin dan bertanggung
jawab supaya sejalan dengan kata jujur dan mawas diri sebagai kaat sifat.
Kalimat (2) slam bentuk yang selayaknya tersusun dalam bentuk yang sejalan
seperti (2a) berikut ini.
(2a)
Kecuali kalau ada dusta di antara kita, ada berbohongan, ketidakjujuran atau
khianat, maka konflik yang lebih parah bisa terjadi.
Perhatikan contok
berikut ketidaksejalanan struktur kalimat :
(1) Karena
tidak bertemu dengan unsur pimpinan, hadiah itu dititipkan kepada salah seorang
karyawan
Kalimat
di atas yang tidak bertemu dengan unsure pimpinan itu adalah hadiah itu. Jadi
ketidaksejalanan bentuk kalimat bisa menjadikan isi kalimat tidak sesuai dengan
logika. Bila struktur kalimat itu disejalankan maka terjadilah kalimat kalimat
berikut ini.
(1)
Karena tidak bertemu dengan unsure
pimpinan maka petugas meitipkan hadiah itu kepaad salah seorang karyawan.
15.
Kecermatan
Kadang-kadang
kita menulis atau mengucapkan kalimat yang ditandai dengan adanya gejala
ketidakcermatan. Contoh :
(1)
Pada kami ada uang dua puluh lima ribuan
(2)
Walaupun, mereka sudah berulang-ulang
dipulangkan ke kampungnya masing-masing, tetapi mereka tidak merasa jera untuk
kembali ke kota dan menjadi pengemis jalanan lagi.
Kalimat-kalimat
di atas akan menunukkan adanya kecermatan berbahasa kalau bentuknya atau
penulisannya diperbaiki menjadi seperti berikut :
(1a) Pada kami ada uang
dua puluh-lima ribuan (20x5000)
(2b)
Walaupun sudah berulang0ulang dipulangkan ke kampungnya masing-masing, mereka
tidak merasa jera untuk kembali ke kota dan menjadi pengemis jalanan lagi.
(2c)
Mereka sudah berulang-ulang dipulangkan ke kampungnya masing-masing, tetapi
mereka tidak merasa jera untuk kembali ke kota dan menjadi pengemis jalanan
lagi.
16. Konjungsi bahwa dan kalau
Dalam
pengggunaan bahasa akhir-akhir ini, konjungsi bahwa cenderung diganti dengan kongjungsi kalau. Padahal makna kedua konjungsi tersebut berbeda sekali.
Perhatikan contoh.
(1)
Apakah para wakil rakyat itu tidak tahu kalau di pedesaan masih banyak rakyat
berada di bawah garis kemiskinan.
(2)
Sebenarnya Pak Menteri memahami kalau peraturan seperti itu sulit untuk
dilaksankan.
Tentu
saja para pemerhati penggunaan bahasa Indonesia geregetan mendengar atau
membaca kalimat seperti itu. Apa sulitnya untuk menggunakan kongjungsi bahwa itu menyatakan hal yang sudah atau
sedang terjadi yang factual. Kongjungsi kalau
adalah kongjungsi yang menyatakan makna syarat, makna yang belum terjadi.
Misalnya :
(1a) Saya akan datang kalau Anda ditempat itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Assalamualaikum, artikel yang ditulis sudah bagus akan tetapi mungkin bisa ditambahkan daftar rujukan atau daftar pustakanya supaya teman yang membaca artikel ini bisa tau ambil dari mana pembahasan ini.terimakasih
Posting Komentar